REKTOR UNAIR (dua dari kanan) secara simbolis menyerahkan sertifikat olimpiade IMC kepada Jefferson. (Foto: Bambang E.S)
UNAIR NEWS – Tekad Jefferson
Caesario untuk kembali memenangkan kejuaraan dalam olimpiade International
Mathematics Competition (IMC) di Bulgaria akhirnya terwujud. Setelah tahun
lalu berhasil menyabet medali perunggu, maka tahun ini Jefferson kembali
mengharumkan nama Universitas Airlangga dengan memboyong pulang medali perak.
IMC merupakan kompetisi langganan
yang diikuti Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek
Dikti) Republik Indonesia. Setiap tahun, Kemenristek Dikti mengirimkan sembilan
mahasiswa terbaik yang berasal dari berbagai perguruan tinggi tanah air.
Baca artikel lain juga :
Jefferson adalah salah satu dari
sembilan mahasiswa yang lolos seleksi. Sebelumnya, seleksi itu diikuti oleh 20
peserta Olimpiade Nasional Matematika dan IPA (ON-MIPA) dan juara 1 Olimpiade
Sains Nasional (OSN) Pertamina. Bertepatan dengan keberhasilan Jefferson
menyabet juara 1 OSN Pertamina pada tahun 2015 lalu, serta pernah menjadi
delegasi IMC tahun 2016, maka pada 31 Juli-6 Agustus 2017 lalu Jefferson
bertolak kembali ke Bugaria untuk mengikuti kompetisi IMC 2017.
Beradu ketangkasan
Dalam kompetisi ini, 300 lebih
peserta dari 60 negara saling beradu ketangkasan. Selama dua hari peserta
berkompetisi menyelesaikan sebanyak lima soal matematika dalam waktu lima jam. Di
tengah persaingan yang cukup ketat, Jefferson akhirnya berhasil menduduki
peringkat kedua setelah Stephen Sanjaya dari Universitas Pelita Harapan.
Ketika ditemui, Jefferson tampak
sumringah menceritakan pengalamannya selama mengikuti kompetisi IMC. Baginya
proses memenangkan kejuaraan itulah yang berkesan.
“Sebelum berangkat saya sempat
pesimis. Karena terlalu sibuk kuliah jadinya persiapan untuk latihan soal
hampir nggak sempat, sehingga baru efektif latihan saat di karantina.
Selama di karantina pun, nilai saya paling rendah,” ungkapnya.
Beberapa hari sebelum bertolak ke
Bulgaria, Jeff begitu ia biasa disapa, bahkan sempat menguhubungi orang tuanya
dan meluapkan kegundahan hatinya. Mendengar sang anak dilanda kegalauan, sang
mama pun membekalinya dengan petuah ajaib.
“Kalau Tuhan sudah berkehendak kamu
untuk menang, pasti bisa. Tinggal berusaha saja semaksimal mungkin,” ungkapnya
menirukan kata-kata sang mama. Mendengar itu, semangat dan keyakinan Jefferson
kembali bangkit.
Baca artikel lain juga :
Menyelesaikan soal-soal
Kompetisi IMC berlangsung selama
dua hari. Masing-masing peserta diwajibkan menyelesaikan lima soal matematika
dalam waktu lima jam. Meski sudah pernah mengikuti kompetisi yang sama
sebelumnya, namun Jeff merasa kali ini tingkat kesulitan materi yang diujikan lebih
rumit. Bahkan dari lima soal yang ditampilkan, sama sekali bukan jenis
matematika yang ia kuasai.
“Materi olimpiade matematika kan
ada banyak jenis, seperti kombinatorika, teori bilangan, analisis bilangan
real, hingga analisis bilangan komplek. Yang paling saya kuasai sejak SMA hanya
kombinatorika dan teori bilangan, sisanya saya pelajari secara otodidak.
Ternyata saat kompetisi, bidang yang saya kuasai ndak muncul, itu yang bikin
saya sempat down,” ungkapnya.
Apa lantas menyerah begitu saja?
Tentu saja tidak begitu. Jeff rupanya memilih bertahan, sambil terus memutar
otak dan berdoa dalam hati.
“Dalam kondisi stres begitu, saya
terus berusaha memotivasi diri sendiri. Saya buang semua pikiran negatif, dan
selalu saya katakan bahwa saya pasti bisa,” ungkapnya.
Satu demi satu persoalan terjawab.
Sampai pada akhirnya tersisa satu soal kunci yang dianggapnya paling sulit
untuk dikerjakan.
“Saya hampir menyerah di satu jam
terakhir. Di momen inilah saya perbanyak berdoa. Kalau saya menyerah dengan
satu soal ini, artinya kemungkinan saya hanya akan pulang dengan membawa
kembali perunggu,” tuturnya.
Kekhawatiran yang dirasakan Jeff
kala itu barangkali juga dirasakan oleh ratusan peserta lainnya. Ketika seluruh
peserta fokus menggarap soal, batin mereka juga berkecamuk melawan stres dan
rasa takut. Beruntung Jeff masih memiliki keyakinan. Disaat itulah, kekuatan
doa mampu menghadirkan mukjizat. Seperti yang dialaminya di lima menit
terakhir.
“Setelah berulangkali berdoa, dan
benar-benar minta pertolongan Tuhan, terakhir saya menutup doa dengan mengucap
‘amin’. Tiba-tiba muncul rumus matematika di otak saya. Saya lantas coba
buktikan rumus itu, dan ternyata ketemu jawabannya,” kenangnya.
Lima soal itupun akhirnya tuntas
dikerjakan, termasuk di dalamnya satu soal kunci yang pada akhirnya dapat
mengantarkannya memperoleh nilai tertinggi kedua dalam kompetisi tersebut.
Hobi yang terus diasah
Mengikuti kompetisi olimpiade
matematika bisa jadi hal yang tidak biasa dilakukan oleh seorang mahasiswa
kedokteran. Kalau bukan karena hobi ‘melahap’ soal-soal matematika sejak SD,
Jeff mungkin tidak punya nyali beradu ketangkasan dalam olimpiade tersebut.
“Jarang ada peserta dari mahasiswa
kedokteran. Kebanyakan yang ikut mahasiswa Jurusan Teknik maupun IPA. Bersyukur
saya bisa berkompetisi di tengah-tengah mereka,” ungkapnya.
Sejak SD hingga SMA, Jeff sering
memenangkan kejuaraan olimpiade matematika. Berlatih soal-soal matematika
secara otodidak pun sudah menjadi kebiasaannya sejak lama. Disela-sela waktu,
bahkan ketika tidak sedang mempersiapkan kompetisi, Jeff tetap mengasah
kemampuan otak kirinya dengan mengerjakan soal-soal matematika. Ia juga
bergabung dengan grup OSN matematika untuk memperkaya pengalaman dan referensi soal-soal
matematika.
Ketika sudah menjadi hobi, maka
yang tadinya tampak tidak begitu diminati bisa menjadi sesuatu yang istimewa
untuk dilakukan. Begitu pula dengan matematika. Ketika sebagian menganggap
pelajaran satu ini sebagai mata pelajaran yang menjemukan, Jeff justru merasa
matematika adalah pelajaran yang bikin ketagihan.
“Sebenarnya matematika itu
menyenangkan dan penuh tantangan. Karena kita dituntut untu berpikir kritis
hingga menemukan jawabannya,” jelasnya.
Laki-laki kelahiran 13 Maret 1997 ini
bahkan menganggap berlatih kemampuan otak kiri dengan cara menggemari
matematika mampu membentuk pola pikir yang lebih teratur. Karena secara tidak
langsung terbiasa memecahkan permasalahan dengan menggunakan rumus atau cara
yang paling efektif. Untuk itu, Jeff kemudian menyebut matematika sebagai seni
pemecahan masalah. (*)
Penulis : Sefya Hayu
Editor : Binti Q. Masruroh
Daftar
Fakultas di Universitas Airlangga :
|
UNAIR NEWS – Di hadapan lebih dari 340 mahasiswa baru Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, hadir salah satu alumnus berprestasi. Alumnus tersebut memberikan motivasi dan memaparkan program-programnya yang berhasil meraih penghargaan dari pemerintah. Adalah Muchaiyan yang berhasil menyandang predikat Tenaga Kesehatan Berprestasi Tingkat Nasional 2016 dari Kementerian Kesehatan. Muchaiyan memberikan pemaparan mengenai “Damar Geulis Ciptakan Posyandu Manggis yang Optimal”. Kuliah umum dilaksanakan pada Jumat (26/8) di Aula Kahuripan 300, Kantor Manajemen, UNAIR. Muchaiyan merupakan alumnus UNAIR tahun angkatan 2002. Kini, ia didapuk menjadi Kepala Puskesmas Mangunharjo, Kabupaten Madiun. Selama menjadi kepala puskesmas, ia memiliki gagasan untuk menjadikan pos pelayanan terpadu di wilayahnya menjadi badan yang mandiri secara keuangan. Untuk mewujudkan idenya, ia memiliki program bernama Damar Geulis. Damar Geulis adalah kependekan dari Pemberdayaan Masyar
Komentar
Posting Komentar